Jakarta, JNN.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran proyek. Ketiganya diduga menagih fee proyek kepada Kepala Dinas PUPR OKU menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, menilai kasus ini merupakan modus lama yang sering terjadi di daerah, di mana DPRD dan pemerintah daerah bekerja sama untuk memainkan anggaran rakyat.
“Apresiasi kepada KPK yang berhasil membongkar perkara suap antara pihak Pemda, DPRD, dan swasta di OKU. Meskipun pemainnya baru, modus korupsinya masih menggunakan pola lama,” ujar Yudi kepada wartawan, Senin (17/3/2025).
Modus Korupsi Berulang
Menurut Yudi, modus operandi dimulai dari DPRD yang menggunakan kewenangannya untuk mengesahkan APBD tahun berjalan. Mereka kemudian bekerja sama dengan pihak Pemda untuk mencari anggaran dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan dana terbesar—dalam hal ini Dinas PUPR.
“Dinas PUPR dipilih karena mark-up proyek bisa besar-besaran, baik untuk proyek fiktif, renovasi gedung, maupun pengerjaan jalan,” jelasnya.
Selanjutnya, oknum DPRD dan Pemda mencari pengusaha atau pihak swasta yang bersedia menjadi penyedia dana untuk memberikan sejumlah uang kepada mereka.
“Para bohir ini bisa mengerjakan proyek sendiri atau mencari pihak ketiga untuk melaksanakannya. Akibatnya, proyek yang dikerjakan sering mangkrak atau tidak sesuai standar kualitas,” sambungnya.
Yudi menegaskan bahwa kasus ini harus dikembangkan lebih lanjut, karena kecil kemungkinan Kepala Dinas PUPR OKU bertindak tanpa persetujuan atasan, yakni Bupati OKU.
“Secara logika hukum dan pengalaman, seorang kepala dinas PUPR tidak mungkin bergerak sendiri tanpa instruksi atau minimal persetujuan dari atasannya,” tegasnya.
Daftar Tersangka Korupsi OKU
KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di OKU:
1. Ferlan Juliansyah (FJ) – Anggota Komisi III DPRD OKU
2. M Fahrudin (MFR) – Ketua Komisi III DPRD OKU
3. Umi Hartati (UH) – Ketua Komisi II DPRD OKU
4. Nopriansyah (NOP) – Kepala Dinas PUPR OKU
5. M Fauzi alias Pablo (MFZ) – Swasta
6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) – Swasta
Tiga anggota DPRD OKU tersebut menagih fee proyek yang telah disepakati sejak Januari 2025 kepada Nopriansyah, yang kemudian menjanjikan pencairan dana dari sembilan proyek di OKU sebelum Lebaran.
OTT KPK dan Barang Bukti
Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi serta Rp 1,5 miliar dari Ahmad, yang diduga akan dibagikan kepada anggota DPRD OKU.
Dua hari kemudian, pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka dan menyita uang tunai Rp 2,6 miliar serta sebuah mobil Toyota Fortuner.
Ironisnya, OTT ini terjadi hanya sehari setelah KPK menerbitkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025 tentang pencegahan dan pengendalian gratifikasi terkait hari raya.
“Hal ini menjadi ironis. Sehari sebelumnya KPK sudah menerbitkan surat edaran terkait gratifikasi, namun para tersangka tetap melakukan praktik korupsi ini,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam konferensi pers, Senin (17/3/2025).
Peringatan untuk Pejabat Daerah
Kasus ini diharapkan menjadi peringatan bagi pemerintah daerah, DPRD, serta pengusaha untuk tidak terlibat dalam praktik korupsi. Yudi menegaskan bahwa cepat atau lambat, kasus seperti ini pasti akan terungkap.
“Kasus seperti ini bukan hal baru. Sudah terjadi di DPRD Sumut, DPRD Seluma, dan DPRD Malang. Jika ada yang tidak kebagian jatah, pasti ada yang membocorkannya,” pungkasnya.(Red/Wis)