

Surabaya, JNN. co.id – Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur, Royin Fauziana menegaskan bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tidak relevan lagi dengan dinamika penyiaran di era digital.
Itu sebabnya,, UU Penyiaran yang terbit di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri itu sudah saatnya direvisi. Untuk itu KPID Jawa Timur minta Komisi I DPR RI secepatnya membahas revisi UU Penyiaran yang sudah berlaku selama 23 tahun tersebut.
Desakan KPID Jawa Timur itu disampaikan kepada delegasi Panja Komisi II DPR RI yang melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur, Sabtu (26/09/2025).
Dalam pertemuan di Ruang Bhinaloka Kantor Gubernur Jawa Timur, KPID Jawa Timur menyerahkan berkas berisi rekomendasi KPID Jawa Timur sebagai bahan masukan revisi UU Penyiaran.
“Keberpihakan negara kepada lembaga penyiaran konvensional sangat penting, karena mereka dituntut taat aturan tetapi harus bersaing dengan konten digital yang nyaris tanpa batasan,” ujar Royin.

Senin (22/09/2025) lalu Panja Penyiaran Komisi I DPR RI melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) dan Jaringan Radio Komisi Indonesia (JRKI).
Ketua Dewan Pengarah Persatuan Radio TV Publik Daerah Seluruh Indonesia (Persada), Eddy Santoso menyatakan bahwa revisi UU Penyiaran yang ada saat ini perlu segera dilakukan. Alasannya, seiring kemajuan teknologi, banyak LPPL melakukan siaran multi-platform. Namun regulasi yang ada belum mendukung karena sudah UU Penyiaran yang ada telah 23 tahun tidak pernah direvisi.
Akibatnya sebagian besar LPPL Radio belum berani bermigrasi ke sistem digital karena belum ada aturan yang jelas. Khususnya dalam kaitannya dengan biaya operasional yang tinggi.

Padahal, “LPPL tidak hanya menyajikan hiburan yang sehat, tetapi juga menjaga ruang publik untuk mempertahankan nilai-nilai budaya lokal agar tidak hilang akibat tergerus era globalisasi,” demikian Eddy Santoso.
Sementara itu Ketua Sekretariat Nasional JRKI, Adi Rumansyah, menambahkan bahwa keterbatasan infrastruktur dan tingginya biaya internet membuat banyak Radio Komunitas (Rakom) di berbagai daerah sulit beradaptasi dengan era digital.
“Kalau beli kuota Rp 100 Ribu, bisa habis dalam sehari. Sementara aturan yang ada melarang Rakom menyiarkan iklan komersial,” ujar Ketua JRKI Pusat, Adi Rumansyah.

Pimpinan Panja Penyiaran Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyatakan, era digital membuat batasan penyiaran semakin kabur karena banyak fungsi media sudah berpindah ke platform daring tetapi tanpa pengawasan.
Itu sebabnya, menurut Dave, UU Penyiaran hasil revisi harus memberi ruang sekaligus pengendalian agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Dave Laksono dari Fraksi Golkar itu berjanji akan memperhatikan seluruh masukan dari LPPL, Persada dan JRKI Pusat dalam revisi UU Penyiaran. (Yw)