NTT, JNN.co.id – BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama Kejaksaan Tinggi NTT menggelar kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) untuk memperkuat sinergi dalam penegakan kepatuhan pemberi kerja terhadap program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Kegiatan yang digelar di Hotel Harper Kupang, pada Kamis 12 Juni 2025 ini, dihadiri langsung Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banuspa, Kuncoro Budi Winarno, Wakil Kepala Wilayah Pengawasan dan Pemeriksaan Kantor Wilayah Banuspa, Awalul Rizal, Kepala BPJS Ketenagakerjaan NTT, Wawan Burhanuddin, serta Kepala Kejati NTT dalam hal ini diwakili Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun Kejati NTT), Jaja Raharja, SH., MH., beserta jajarannya.
Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam memperkuat kolaborasi antara BPJS Ketenagakerjaan dan lembaga penegak hukum guna memastikan perlindungan sosial yang merata bagi seluruh pekerja di wilayah NTT.
Sepanjang tahun 2024, tercatat sebanyak 131 Surat Kuasa Khusus (SKK) telah diserahkan kepada Kejari/Kejati di wilayah hukum NTT, dengan total potensi iuran sebesar Rp2,93 miliar.
Dari jumlah tersebut, telah terealisasi Rp1,51 miliar (51,65%) melalui penyelesaian 66 kasus kepatuhan.
Hingga Mei 2025, jumlah pekerja aktif yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 541.067 orang, atau setara dengan 32,27% dari total potensi tenaga kerja sebanyak 1.676.573 orang.
Artinya, masih ada sekitar 1,1 juta pekerja yang belum mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Isu strategis yang diangkat dalam forum monev ini, antara lain:
1. Masih banyaknya perusahaan yang tidak patuh atau menunggak iuran.
2. Perlunya dukungan Kejati NTT melalui produk hukum seperti surat edaran atau legal opinion guna memperkuat implementasi program jaminan sosial.
3. Peningkatan kepesertaan sektor jasa konstruksi, khususnya proyek-proyek APBD, APBN, dan swasta.
Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Kanwil Banuspa, Kuncoro Budi Winarno, mengapresiasi Kejati NTT dan Kejari yang telah memaknai kerjasama dengan baik sebagai bentuk panggilan tugas untuk memastikan perlindungan kepada pekerja.
Dirinya berharap forum diskusi dan komunikasi ini dapat terus dilaksanakan untuk menindaklanjuti ketidakpatuhan perusahaan, serta dukungan pemerintah daerah untuk bersama menjaga tingkat kesejahteraan Masyarakat NTT melalui hadirnya BPJS Ketenagakerjaan.
“Acara hari ini memaknai dan mengigatkan kami bahwa memang setiap stakeholder harus bergandengan tangan meningkatkan kepatuhan BPJS Ketenagakerjaan. Dari sisi pencapaian tentu angka pencapaian kami di Provinsi NTT berada di kisaran 30 persen, ini bukan angka yang tinggi. Harapan kami tentu kedepan ada program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten, agar dapat membantu meningkatkan perlindungan dari sisi kepesertaan. Sedangkan dari sisi kepatuhan perusahaan, harapan kami bergandengan tangan dengan kejaksaan tinggi maupun negeri dapat membantu meningkatkan kepatuhan”. Jelas Kuncoro.
Perusahaan yang tidak patuh wajib ditertibkan, untuk memastikan seluruh tenaga kerja yang bekerja di sektor formal mendapatkan perlindungan yang memadai dan perlindungan berjalan dengan optimal.
“Kami memainkan peran mengadvokasi, dan menjadi representasi dari kepentingan pekerja yang wajib diberikan pertolongan”. Tambah Kuncoro.
Sinergi antara BPJS Ketenagakerjaan dan Kejati NTT merupakan wujud nyata dari komitmen perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja.
Sementara itu, Asdatun Kejati NTT, Jaja Raharja, SH., MH., menyampaikan bahwa forum ini merupakan salah satu proses untuk melakukan percepatan dan perbaikan kinerja.
Menurutnya hal ini perlu dilaksanakan karena dalam INPRES 02 Tahun 2021, mensahkan kejaksaan terutama yang ada di daerah untuk menjadi ketua kepatuhan.
“Sebetulnya, apabila banyak perusahaan yang menunggak di daerah satuan kerja BPJS Ketenagakerjaan, harusnya kita yang memberikan respon bagaimana caranya supaya tingkat kepatuhan itu meningkat karena kita sebagai ketua tim kepatuhannya,” Ungkap Jaja.
Dirinya juga menekankan akan membuat surat edaran untuk menyampaikan hasil Monitoring Evaluasi kepada para Kejari di daerah, dan meminta agar kedepannya rapat seperti ini, para Kejari bisa hadir sebagai pelaksana tugas dan mandat sehingga kejati dalam tugasnya dapat melakukan monitoring dan evaluasi.
“Saya akan membuat surat edaran ke daerah, untuk menyampaikan hasil monitoring evaluasi. Ini SKK yang sudah diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan, ini tindak lanjutnya, keberhasilannya, dan ini yang belum berhasilnya,” Ucap Jaja.
Ia juga meminta BPJS Ketenagakerjaan memberikan informasi dan data yang lengkap, perusahaan mana saja yang mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan namun masih menunggak.
“Nanti tolong rekan-rekan di administrasi bisa pilah dari laporan data lengkapnya, minimal pertukaran data ini jadi bahan laporan kami kepada pimpinan. Niscaya semua tugas-tugas yang diberikan dan juga diamanahkan dalam MOU ini kita akan laksanakan, dan bentuknya mungkin semacam laporan periodik, sehingga kami juga bisa monitoring keberhasilan di wilayah masing-masing dan apa kendalanya”. Jelas Jaja.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan NTT, Wawan Burhanuddin, menambahkan terkait kondisi perusahaan di NTT yang mayoritas masih menunggak iuran.
Menurutnya, perusahaan yang sudah mendaftarkan pekerjanya ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan ada kewajiban untuk membayarkan iuran untuk jaminan hari tua pekerjanya.
Namun kenyataannya ada perusahaan yang masih menunggak iuran hingga bertahun-tahun.
“Dengan kata lain jika kita menggunakan asas praduga tak bersalah, maka sudah ada indikasi penggelapan, dimana perusahaannya atau mungkin oknum dari perusahaan yang berkewenangan memotong iuran itu tidak menyetorkan ke BPJS Ketenagakerjaan”. Ucap Wawan.
Kehadiran BPJS Ketenagakerjaan sesungguhnya untuk kepentingan pekerja.
Tambah wawan, peserta yang datang di kantor BPJS Ketenagakerjaan bukan peserta yang kita lihat sebagai orang-orang senang, tapi mereka yang datang itu adalah orang-orang yang sedang terkena musibah. Ada yang kehilangan pencari nafkahnya, ada yang kecelakaan kerja, ada yang baru dipecat dan kehilangan pekerjaan.
“Harapan kami, apa yang menjadi kolaborasi ini dapat diumumkan merata ke semua kabupaten yang ada di NTT, agar melakukan pendekatan secara kepatuhan, dan kita dapat melakukan pertukaran data. Kita bergandengan tangan berkolaborasi dengan semua kejari, guna terbitnya kepatuhan bagi pemberi kerja”. Ungkap Wawan.
Kegiatan monev ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan perusahaan terhadap kewajiban kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, mempercepat proses pemulihan iuran melalui jalur hukum, mengoptimalkan peran Kejaksaan dalam mendukung Universal Coverage Jamsostek di NTT dan memperkuat koordinasi dan aksi bersama lintas lembaga dalam mendukung program strategis nasional di bidang ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan menegaskan komitmennya untuk terus menghadirkan perlindungan menyeluruh bagi pekerja di seluruh sektor, baik formal maupun informal.
Sinergi dengan Kejati NTT menjadi pilar penting dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh tenaga kerja di NTT. (Yuliana)