Banten, JNN.co.id – Paduka Yang Mulia Saibatin Kepaksian Belunguh, Pangeran M. Yanuar Firmansyah, menggelar acara Suttan Junjungan Sakti yang Dipertuan Skala Brak Ke-27. Acara ini juga dihadiri oleh Irjen. Pol. DR. H. Ike Edwin, S.H., M.H., yang merupakan Ketua Dewan Pembina DPP Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), dalam seminar nasional memperingati lima abad berdirinya Kesultanan Banten. Seminar tersebut diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten pada Rabu (16/04/2025).
Acara ini berlangsung di Auditorium Gedung Rektorat Lantai 3 UIN Sultan Maulana Hasanuddin dan dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk masyarakat adat, akademisi, dan sejarawan. Irjen. Pol. (Purn.) Dr. H. Ike Edwin menjadi narasumber yang membahas ikatan historis antara Banten dan Lampung, dengan menampilkan berbagai artefak budaya seperti Sarung Keris Besar dan Keris bergambar Wayang.
Sebagai simbol dari hubungan budaya yang erat, acara ini juga menyoroti pernikahan antara kaum ksatria Kesultanan Belunguh dan wanita dari Banten, yang telah terjalin selama berabad-abad. Seminar bertema “Kesultanan Banten: Masa Lalu, Kini, dan yang Akan Datang” ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman tentang pentingnya pelestarian sejarah.
Dalam sambutannya, Sultan Banten ke-XVIII, RTB. Hendra Bambang Wisanggeni Suryatmaja, menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai luhur Kesultanan Banten sebagai warisan budaya. Beliau menjelaskan sistem pewarisan yang mirip dengan monarki Inggris, di mana hak waris diberikan kepada anak laki-laki dari permaisuri.
Rektor UIN SMH Banten, Prof. Dr. H. Wawan Wahyuddin, menegaskan peran kampus sebagai penjaga sejarah dan budaya lokal. Ia mengingatkan bahwa belajar dari sejarah adalah langkah penting untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Ketua Panitia Seminar, Drs. H. Makmun Muzakki, menambahkan bahwa kegiatan ini bersifat akademik dan tidak memiliki muatan politik. Ia berharap perayaan 500 tahun Kesultanan Banten dapat menjadi titik tolak bagi kemajuan daerah.
Tokoh-tokoh lain yang hadir termasuk Sultan Lampung dan berbagai aktivis budaya. Seminar ini merupakan puncak dari rangkaian acara selama 15 hari, bertujuan untuk mempererat ikatan budaya antar wilayah.
Sejarawan Mustaqim Asteja memaparkan bahwa Banten telah menjadi pusat perdagangan global sejak abad ke-16, menjadikannya kerajaan Islam yang penting di Indonesia. Prof. Dr. HMA. Tihami, MA, menyoroti ketimpangan antara kejayaan masa lalu dan kondisi sosial saat ini, mengajak Banten untuk mengembalikan kedaulatan budaya.
Seminar ini juga menghasilkan dua rekomendasi untuk Presiden Prabowo Subianto: pembentukan tim untuk rekonstruksi sejarah Kesultanan Banten dan pelaksanaan lokakarya untuk menggali kajian lebih dalam.
Acara ini tidak hanya menjadi refleksi sejarah, tetapi juga momentum bagi masyarakat Banten untuk lebih mengenal dan menjaga warisan budaya mereka demi masa depan yang lebih baik.(Zai / Tim Media Group PWDPI)