Bengkulu, JNN.co.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pertambangan batu bara yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Kedua tersangka tersebut adalah IS, Kepala Cabang Sucofindo Bengkulu, dan ES, Direktur PT Ratu Samban Mining (PT RSM). Penetapan dilakukan pada Senin (28/7/2025).
Kepala Kejati Bengkulu, Victor Antonius Saragih Sidabutar, melalui Kasi Penkum Ristianti Andriani, menjelaskan bahwa IS diduga memanipulasi data hasil uji laboratorium batu bara. “Manipulasi ini bertujuan memuluskan proses penjualan batu bara dan memperbesar keuntungan secara ilegal, sekaligus merugikan negara,” kata Ristianti dalam keterangannya.
Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo, menambahkan bahwa praktik kecurangan dilakukan secara bersama-sama dan diketahui oleh para pelaku. “Mereka tahu betul bahwa manipulasi ini menyesatkan pembeli dan menyebabkan kerugian negara yang besar,” ungkapnya.
Dari hasil penyidikan, tercatat lebih dari 88.000 metrik ton batu bara yang telah dimanipulasi dan diperdagangkan. Batu bara ini dikirimkan menggunakan puluhan kapal ke berbagai wilayah.
Kedua tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, keduanya langsung ditahan di Lapas Bentiring, Bengkulu.
Sebelumnya, pada Rabu (23/7/2025), Kejati Bengkulu telah menetapkan lima tersangka lain dalam perkara penjualan batu bara fiktif. Mereka adalah Bebby Hussie (Komisaris PT Tunas Bara Jaya), serta Sutarman, Agusman, Julis Sho, dan Saskya Hussie dari PT Inti Bara Perdana.
Beroperasi di Luar Izin
Penyidikan bermula dari temuan aktivitas pertambangan oleh PT RSM dan PT TBR yang diduga berlangsung di luar wilayah Izin Usaha Produksi (IUP) dan berada di kawasan hutan tanpa izin.
Dalam proses penyidikan, Kejati telah menggeledah kantor-kantor perusahaan dan menyita berbagai barang bukti, termasuk enam mobil mewah, perhiasan, laptop, ponsel, dan dokumen penting.
Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 500 miliar, belum termasuk kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan ilegal tersebut.
Sebagai langkah lanjutan, Kejati Bengkulu juga menggandeng ahli forensik dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako guna melakukan audit dan pemeriksaan lanjutan di lokasi tambang di Bengkulu Tengah. (Wis/Red)