Oleh : Rikky Fermana (Opini)
Bangka Belitung, JNN.co.id – Kebijakan regulasi pertambangan yang terindikasi menjadi perkara kasus dugaan korupsi pertambangan yang melibatkan mantan Direktur Jenderal Minerl dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin, telah menarik perhatian masyarakat. Namun, dampaknya ternyata jauh lebih luas daripada sekadar berita sensasional. Kasus ini menjadi momentum penting untuk mengevaluasi kembali industri pertambangan timah di Bangka Belitung, khususnya terkait dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi PT Timah Tbk dan perusahaan tambang yang memiliki smelter timah.
Menurut Direktur Babel Resources Institute (BRiNST), hasil riset mereka menunjukkan bahwa eksploitasi yang tak terkendali dalam industri ini dapat berdampak buruk pada bisnis pertimahan nasional. Pada tahun 2022, Indonesia mengekspor sekitar 74.408 metrik ton timah, dengan sebagian besar berasal dari PT Timah Tbk dan smelter swasta. Namun, situasi ekspor yang jor-joran telah mencuat, terutama dengan masih adanya praktik ilegal dalam penambangan dan perdagangan timah di kalangan kolektor atau pengepul timah ilegal di Bangka Belitung.