Sumenep, JNN.co.id – Lewat tulisan ini. Izinkan saya berbagi cerita masa lalu. Barangkali sampean belum mendengar. Atau lupa. Soal cerita ponggebe Sumenep.
Cerita saya mulai tahun 2001. Awal otonomi daerah diberlakukan. Ketika itu Sumenep mendapat alokasi DAU Rp. 363,41 Miliar. Angka itu dibilang prestasi luar biasa untuk Kabupaten Sumenep. Adanya DAU itu. Pemkab seperti kelimpungan mendistribusikan anggaran.
Langkah yang praktis menghabiskan DAU itu, dialokasikan ke bidang infrastruktur. Sejak itu jumlah CV yang bergerak di jasa konstruksi di Sumenep mendekati 1.000 CV.
Sumenep pesta pora. Rakyatnya banyak menikmati kue pembangun. Para anggota DPRD nya ikut kecipratan. Hanya segelintir ponggebe (ASN) yang menikmati dampak DAU.
Entah karena itu. Atau hal lain. Rahasia yang tersimpan rapi bocor ke publik. Apa itu? Soal gratifikasi untuk mendapatkan DAU senilai itu. Katanya ada mahar agar nilai DAU Sumenep besar. Emang jadi rasan rasan soal DAU Sumenep yang begitu beda dibanding Kabupaten serumpun.
Sejak rahasia itu bocor, teka teki itu terjawab. Lalu darimana uang miliaran itu terkumpul?
Inilah kelebihan dan sekaligus kekurangan ponggebe Sumenep. Senyap dari luar. Tapi menggelora di dalam. Ibarat api dalam sekam. Tenang di luar, sebenarnya menyimpan potensi konflik. Nunggu waktu saja untuk meledak.
Benar. Ledakan itu terasa. Sampai menyeret eks Sekda. Yang menyuruh untuk transfer. Dinilai aktor untuk mengumpulkan senilai miliaran. Dana itu dari OPD OPD. Buktinya lengkap. Sampai ada rekening koran. Asal gratifikasi itu.
Cerita ini seperti signal. Bahwa kekuatan ponggeba (birokrasi) di Sumenep seperti api dalam sekam. Posisi Sekda harus jadi pemadam. Sekaligus mampu mendeteksi sumber kepulan asap. Karena Sekda dapurnya ponggebe.
Pesan singkat untuk Bupati Sumenep dan 021. Lakukan pendekatan holistik untuk memilih Sekda Sumenep. Karena yang mau ditunjuk berimbas juga ke sampean.
Saya tak punya vested interest.
(Salam/H)