
Ruteng, JNN.co.id – Di tengah kelesuan ekonomi akibat pandemi Covid-19, tanaman porang merupakan solusi dan jaminan bagi masyarakat. Kini porang menjadi salah satu tanaman budidaya sekaligus komoditi yang nilai jualnya sangat tinggi. Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan lebih murah dibandingkan keuntungan yang diperoleh.
Jika dulu banyak dibuang, tanaman porang kini banyak dibudidayakan secara massif oleh petani di sejumlah daerah Indonesia. Di pasar ekspor, umbi porang yang diolah jadi tepung ini laku keras. Padahal, tanaman ini tumbuh liar di hutan, kebun, jalan, dan dianggap masyarakat sebagai tumbuhan gatal, dan tidak berguna.
Sekarang, umbi porang, banyak dicari di pasaran luar negeri seperti Jepang, China, Taiwan, dan Korea. Tepung umbinya dimanfaatkan dengan diolah menjadi tepung yang dipakai untuk bahan baku industri seperti kosmetik, pengental, lem, mie ramen, dan campuran makanan.
Porang merupakan tanaman umbi-umbian dengan nama Latin amorphophallus muelleri. Di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur tanaman ini dikenal dengan nama wanga, tege, atau ndege. Dikutip dari data yang dirilis Kementerian Pertanian, jika dijadikan sebagai tanaman budidaya pertanian, keunggulan porang yakni bisa beradaptasi pada berbagai semua jenis tanah dan ketinggian antara 0 sampai 700 mdpl. Tanaman ini juga relatif bisa bertahan di tanah kering.
Umbinya juga bisa didapatkan dengan mudah, sementara tanamannya hanya memperlukan perawatan yang minim. Kelebihan lainnya, porang bisa ditanam dengan tumpang sari karena bisa toleran dengan dengan naungan hingga 60 persen. Bibitnya biasa digunakan dari potongan umbi batang maupun umbi yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak yang ditanam secara langsung.
Di Kecamatan Reok Barat, seperti Desa Nggalak, Desa Kajong, Desa Sambi, Desa Loce, porang jadi salah satu komoditi unggulan yang diperhatikan secara serius oleh masyarakat. Bahkan sebagian masyarakat mengalihkan profesi demi bercocok tanam porang yang nilai jualnya sangat mahal di pasar internasional.
Karena terinspirasi nilai ekonomisnya, kini warga berbondong-bondong menanam tanaman baik di pekarangan rumah maupun di kebun. Jumlahnya bervariasi sesuai ukuran kebun dan jumlah bibit yang ditanam.
Jika dibandingkan dengan komoditi lain, porang cukup sederhana. Umbi porang ini bertahan lama, kapan saja bisa ditanam. Cara penanaman porang pun bervariasi. Ada yang menggemburkan tanah di kebun, membuat lubang, atau menanam dalam pot.
Kepada media ini via WhatsApp (13/1/21), Yohanes Levita Jenarut, warga asal Kajong, Desa Kajong, Kecamatan Reok Barat, NTT mengatakan bahwa porang sangat cocok di daerah yang beriklim sedang.
“Dulu porang ini dianggap makanan ular, tapi sekarang sudah tidak karena jadi komoditas ekspor dengan nilai jual yang menjanjikan,” ujarnya.
Ia sendiri mengaku mendorong pengembangan tanaman porang sejak beberapa tahun lalu. Waktu itu, harganya masih tergolong murah, bahkan ada yang menertawakan jika porang dicari dan dibeli. Namun, sekarang masyarakat sudah sadar, porang seperti menanam emas.
“Saya setuju sekali, porang ini banyak keistimewaannya di antaranya, gampang hidup, dilempar di tanah dia tumbuh, tidak ada hama, pembelinya ada, jadi ini peluang bagi petani untuk meningkatkan perekonomian. Kalau di kampung Kajong atau Nggalak, cara menamannya sangat sederhana. Tinggal kasi lubang tanah, umbinya ditanam. Tidak rumit seperti komoditi lain,” ungkapnya.
Pria yang biasa dipanggil Epi ini sudah menyiapkan bibit cukup banyak untuk bididaya porang. Cara penamanannya berjarak, sehingga umbi dan biji kataknya besar. Hasilnya memuaskan masyarakat.
“Teknik penanamanannya 40 cmx40 cm supaya jarak. Saya sudah siapkan 2 ton umbi untuk tanam. Saya tanam bulan September 2020. Sekarang sudah besar dan muncul biji katak,” lanjutnya.
Selain itu, kata dia, ide untuk menanam porang tak lepas dari pertimbangan ekologis. Tumbuhan ini cocok untuk tumbuh kembang di bawah tanaman yang lain.
“Mau tanam di bawah pohon juga bisa. Porang ini ramah lingkungan,” jelasnya.
Menurutnya, harga porang yang cukup melejit saat ini mendorong masyarakat untuk menanam porang sebanyak-banyaknya. Sekarang pembeli porang semakin banyak, artinya sangat dibutuhkan di pasar ekspor.
“Komoditi ini sedang viral, kesempatan ini peluang bagi petani, tanamlah porang sebanyak-banyaknya. Pembelinya sudah ada. Jangan jadi penonton,” pesannya.
Saat ini, harga sementara porang di pasar yaitu porang berjenis spora (wanga wagol atau wanga mic, berbentuk seperti MIC), hasil murni Rp. 500.000/kg. Porang biasa, biji katak harganya Rp. 175.000/kg. Umbi basah Rp. 7000/ kg. Umbi kering Rp. 57.000/kg. Umbi mini Rp. 30.000/ kg. (Jef/Red)