London, JNN.co.id – Riuh penonton menggema di setiap penjuru tribun Stadion Highbury saat Arsenal menjamu Wigan Athletic pada 7 Mei 2006 menandai pesta akhir dalam ‘mengakhiri’ kebersamaan The Gunners bersama Highbury sebelum mereka pindah ke Emirates.
Bermain di depan publik sendiri membuat Robert Pires dkk bermain penuh percaya diri. Ditambah label laga perpisahan membuat Arsenal berupaya memberikan kemenangan kandang terakhir untuk Highbury.
Robet Pires membuka kran gol Arsenal pertama kali di menit kedelapan, disusul gol balasan dari Paul Scharner dua menit berselang membuat pertandingan kembali sengit. Petaka menghampiri Arsenal saat David Thomson membuat skor berbalik 1-2 untuk Wigan.
Wigan yang jemawa setelah turun minum kembali harus mengakui keunggulan The Gunners setelah dua menit babak kedua dimulai. Sosok Henry kembali mencatatkan diri di papan skor usai memanfatkan umpan Pires menjadi Gol penyama kedudukan. Skor imbang 2-2.
Tidak lama berselang, Henry mengemas Hattrick setelah menceploskan bola ke tiganya ke gawang Mike Pollit yang melompong ketika David Thomson melakukan Blunder. Kedudukan berbalik ke Arsenal, 3-2.
14 menit sisa laga, Dewi fortuna kembali berpihak untuk pasukan Arsene Wenger. Henry sukses jadi algojo untuk penalti gol ke empat sehingga ia berhasil mencatat Quatrick. Akhirnya, kemenangan menjadi milik Arsenal dengan Skor 4-2.
Kemenangan itu niscaya menandakan perpisahan sudah didepan mata. Antara senang, sedih bercampur menjadi satu. Mengingat Highbury menjadi saksi perjalanan Arsenal sejak ditangani Wenger dari tahun 1913.
Terlebih untuk Henry, Stadion Highbury sudah seperti taman bermain untuknya. ” Highbury like a Playground for me ” Ungkapnya seperti dikutip dari The Telegraph
Dari masa ke masa, banyak cerita hadir silih berganti. Termasuk cerita sang juru gedor Arsene Wenger dan capaian Invincibles (tidak terkalahkan) yang masih melegenda.
Highbury Tempat Wenger Mengukir Kisah
Datang dari Nagoya Grampus Eight pada 1 Oktober 1996 membawa kesan sinis dari para pendukung Arsenal masa itu. Dimana kedatangannya bukan harapan semua publik Arsenal, Banyak kalangan menganggap Wenger minim pengalaman melatih.
Bahkan atas keputusan menejemen mendatangkan Wenger membuat pemain, supporter, maupun media di Inggis bingung dengan keputusan mengangkat pria Prancis tersebut menjadi menejer tim gudang peluru.
Di musim awal melatih, Wenger tidak langsung nyetel. Berbagai tantangan dilalui Wenger pada masa awal menukangi Arsenal. Ia hanya bisa membawa arsenal finis di posisi 3 klasemen Liga Inggris.
Seiring waktu, Wenger mulai menunjukan taji untuk Arsenal. Ditambah ia diberi kepercayaan penuh untuk mengontrol latihan tim secara keseluruhan membuatnya mampu mengolah tim lebih leluasa. Wenger juga diberi keleluasaan untuk belanja pemain di bursa transfer.
Pemain muda PSG berusia 17 bernama Nicolas Anelka menjadi satu dari sekian rekrutan talenta muda potensial di tahun 1997. Anelka di musim perdana mampu mengemas 9 gol, lalu di musim kedua mencetak 17 gol yang membawa dirinya menjadi pemain muda terbaik.
Dampak terasa ketika ia mempersembahkan duo gelar di medio 1997/1998. Yaitu gelar Piala FA dan Premier League. untuk Piala FA, Wenger pun menjadi raja kompetisi dengan raihan tujuh trofi.
Dilansir dari Goal, Tujuh Trofi koleksi pria berjuluk Professor tersebut diraih periode musim 1997-1998, 2001-2002, 2002-2003, 2004-2005, 2013-2014, 2014-2015, dan 2016-2017.
Higbury adalah “Home Of Football” Arsenal
Bukan tanpa sebab Higbury punya julukan rumah sepakbola untuk Arsenal. Pasalnya sejak ditukang Le Professour Arsene Wenger selama 22 tahun, klub asal london utara itu mampu meraih 17 titel juara. Termasuk prestasi The Invincibles yang tercipta di musim 2003/2004.
Disebutkan situs resmi Arsenal, pada musim Invincibles 2003/2004, mereka melakoni 38 laga tanpa satupun hasil minor karena kalah. 90 poin di akhir musim didapat Thierry Henry dkk setelah menyabet 26 kemenangan dan 12 hasil imbang.
Formasi 4-4-2 era emas Invincibles menjadi andalan sang professor. Taktik tersebut memang terbukti ampuh mendulang poin mengesankan. Ketajaman tim london utara itu mulai kentara di awal pembukaan laga, dimana mereka membungkam Southampton 6-1 pada 7 Mei 2003.
Rekor kemenangan Meriam London hampir tercoreng tatkala gol pinalti pemain Leicester City Paul Dickov tidak dibalas gol Thierry Henry. Hingga akhirnya tren tidak terkalahkan resmi terhentikan oleh Manchester United di Matchday ke 49 24 Oktober 2004 silam.
Masa Senja Highbury
Menjelang akhir keberadaannya, Highbury sempat mengalami beberapa renovasi sebelum diratakan tahun 2006. Seperti di renovasinya tribun utama untuk diganti dengan desain lebih modern di tahun 1936. Dengan fasilitas bawah tribun meliputi kantor tim ruang ganti, dan pintu masuk bernama Marble Halls.
Marble Halls punya patung replika untuk mengenang jasa perjuangan Herbert Chapman yang merupakan mantan pelatih legendaris pasca kematiannya tahun 1934.
Sebelum resmi pindah, Arsenal di tahun 2004/2005 setelah masa Invincibles usai, meriam london mempersembahkan gelar FA Cup terakhir.
Tahun 2006, seusai pertandingan akhir Arsenal di Highbury melawan Wigan Athletic, Stadion tersebut resmi digusur yang kemudian di alih fungsikan menjadi perumahan bernama Highbury Square.
Sederet rekor juga telah terukir di Higbury selama perjalanan menemani Arsenal berjuang. Diantaranya capaian jumlah penonton terbanyak ketika Arsenal menjamu Sunderland pada 9 Maret 1935 dengan jumlah kedatangan mencapai 73. 295 orang.
Kini, Arsenal sudah menempati rumah barunya, Emirates Stadion. 13 Musim sudah mereka lewati. Prestasi selama bernaung di Emirates terbaik sejauh ini adalah persembahan Piala FA di tahun 2013-2014, 2014-2015, dan 2016-2017.(Gayuh)